Dalam Bumi rasa luar angkasa


Planetarium bukanlah nama dari sebuah planet, bukan juga kumpulan dari beberapa planet.
Planetarium adalah sebuah tempat dimana kita bisa melihat, serta mendapatkan pengetahuan tentang angkasa luar tanpa harus menaiki roket dan terbang kesana, dengan biaya yang jauh lebih murah kita bisa mengetahui apa saja yang ada di luar angkasa sana, untuk biaya masuk ke ruang pameran itu sendiri cukup bermodalkan niat, karena tidak dipungut biaya apapun, aksesnya juga sangat mudah, saya sendiri menggunakan sarana commuter line dan turun di stasiun cikini, setelah itu saya menelfon teman saya yang belum hadir, dia berkata dia akan turun di manggarai dan meminta tolong untuk dipesankan ojek online dari sana, pembicaraan pun selesai lalu saya dan teman-teman saya yang lain memutuskan berjalan saja untuk mencapai planetarium, kami amat bersyukur karena ketika berjalan terik matahari tertutup oleh awan yang mendung, setelah kurang lebih 13 menit kami sampai di planetarium, kami beristirahat sejenak sambil meminum air agar tidak dehidrasi, tak lama teman saya yang tadi pun menelfon menanyakan posisi kami, tidak ingin ambil pusing saya pun berjalan ke depan untuk menghampirinya, rasa penasaran mulai timbul ketika melihat planetarium yang sepi, kami khawatir jika tempatnya tutup, untuk menjawab rasa penasaran saya dan salah satu teman saya pun masuk untuk bertanya, benar saja kami tidak dapat menonton filmnya karena ada alat yang rusak tetapi masih bisa untuk mengelilingi ruangan pamerannya, usai berterima kasih kepada penjaganya kami kembali ke teman-teman yang lain lalu memberikan informasi yang kami peroleh. Waktu bertepatan dengan jam makan siang, perut kami semua pun berdemo menuntut haknya, kami pun makan terlebih dahulu di tempat yang masih dalam ruang lingkup planetarium, selesai makan kami semua beranjak lalu pergi menuju ruang pameran. 


Ketika langkah pertama diinjakan masuk ke dalam ruang pameran, kesan pertama adalah suasana yang sejuk karena adanya ac yang memanjakan pengunjungnya, maklum saja karena Planetarium ini sendiri berada di dekat taman ismail marzuki yang kebetulan berdekatan dengan institut kesenian jakarta yang tentunya berada di kota Jakarta dengan ketinggian yang hanya 4 meter diatas permukaan laut jadi bisa dibayangkan betapa panas cuacanya ditambah dengan banyaknya kendaraan bermotor yang menambah polusi serta sedikitnya pohon hidup, jadi bisa dibayangkan seperti apa cuacanya. Pada langkah kedua baru kita bisa terfokus pada apa yang tersaji di ruangan itu yang merupakan ruangan biru untuk menggambarkan betapa indahnya luar angkasa, tersaji beberapa rasi bintang yang begitu cantik memanjakan mata, kemudian langkah pun terus berlanjut hingga kita akhirnya bertemu dengan sebuah bumi mini, atau bisa juga kita sebut globe raksasa, itu hanya masalah sudut pandang saja, ukurannya sangat besar jika dibandingkan dengan kelereng, tapi tak seberapa bila kita sandingkan dengan matahari, bagaimana jika dikomparasikan dengan manusia? Itu juga tergantung manusia seperti apa, jika dengan manusia yang tertinggi di dunia mungkin bumi mini ini akan kalah, tapi jika dengan Homo Sapien yang berada di asia tepatnya tempat kita berpijak sekarang Indonesia, sekitar setengah dari tinggi globe raksasa ini, disini kita dihadapkan pada dua arah kanan dan kiri, panah menunjukan kita harus berjalan masuk lewat kiri terlebih dahulu, setelah membaca panah arah ini, saya pun memutuskan untuk masuk lewat kanan, entah kenapa tapi jiwa saya lebih tenang jika saya masuk lewat kanan, mungkin karena lewat kanan saya merasa “Right” (right=benar/kanan) pandangan saya jatuh kepada kumpulan rasi bintang yang  berada di bawah tepatnya di lantai tempat kita memijakkan kaki kita, tetapi ini berbeda dengan rasi bintang yang ada di ruangan sebelumnya, rasi bintang ini lebih mencolok ke rasi bintang yang terlihat pada beberapa tanggal tertentu, atau biasa kita sebut dengan zodiak, lalu pandangan pun  beralih ke samping kiri jika berjalan melalui jalan yang saya lalui, terdapat banyak miniatur benda ruang angkasa, mulai dari satelit alami dan  satelit buatan manusia, hingga roket dan peralatan untuk merakit satelit di luar angkasa sana. Lalu kita berpindah haluan ke kanan, kita bisa mendapat banyak pengetahuan dengan cara melihat dinding yang didalamnya terdapat penjelasan mengenai system tata surya kita dan juga beberapa galaksi lainnya yang terbilang dekat dengan galaksi bima sakti, tak hanya dinding yang menjadi perhatian, mata pun tertuju pada alat-alat lainnya yang menjadi perantara dinding dengan lantai zodiak tadi, terdapat sebuah lensa yang digunakan untuk meihat bintang dalam versi yang lebih kecil, karena rasanya juga tidak mungkin jika lensanya akan sebesar dengan bentuk aslinya di ruangan yang terbatas seperti itu, ada juga beerbagai macam benda angkasa lainnya yang lagi-lagi adalah roket dan satelit, tapi itu tidak menimbulkan rasa bosan karena berbeda tipe dengan yang sudah dilihat sebelumnya, tetapi yang membuat saya sedikit heran adanya kumpulan lcd proyektor yang dirasa sudah cukup berumur dan tersusun rapih pada sebuah etalase, dugaan saya adalah proyektor ini pernah digunakan untuk menampilkan film-film di planetarium, diatas etalase juga terdapat sebuah papan besar yang memberikan informasi tentang beragam benda angkasa serta sejarah dibelakangnya, langkah kaki pun terus berlanjut melihat sekeliling sampai bertemu dengan pintu besar yang bertuliskan diorama diatasnya, pertama saya lihat dan yang muncul di pikiran saya adalah pintu ini akan mengarah pada sebuah ruangan lainnya, dan ternyata benar saja mengarah pada sebuah ruangan tapi sangat kecil dan hanya menampilkan diorama pada permukaan bulan, keluar dari situ saya melanjutkan petualangan saya disana dan memperhatikan langitnya, kemudian terlihat sebuah planet yang hanya setengah menempel di penghujung ruangan, setelah saya perhatikan itu adalah urutan planet yang ada di galaksi bima sakti atau milky way, lengkap dengan mataharinya yang berukuran paling besar di ujung, melihat dari perbandingan dimensinya, saya yakin jika perbandingan skala besarannya memang seperti itu. Lalu saya mengikuti hembusan ac dan kembali pergi, betapa kagetnya ketika tenyata ruang pamerannya sudah habis, merasa tidak puas saya pun kembali berkeliling, dan menemukan semacam tempat untuk menonton film tetapi tidak difungsikan, saya tidak tahu apakah difungsikan pada hari-hari tertentu atau malah sudah tidak pernah kembali dinyalakan, saya pun duduk sejenak disitu, tak lama saya pun kembali berdiri dan ternyata saya menemukan diorama lainnya, tak ingin berekspektasi lebih seperti sebelumnya, ternyata benar saja diorama itu hanya menampilkan sebuah bongkahan batu dari angkasa, saya pun kembali terbawa arus dingin dan bertemu dengan teman saya, saya pun mengikutinya dari belakang, lalu dia menoleh kebelakang dan merasa kaget ketika melihat saya, akhirnya dia pun mengajak saya untuk keluar dari ruang pameran dan beranjak ke dalam ruang tunggu yang juga terdapat loket untuk pembelian tiket untuk menonton film di lantai dua, di ruang tunggu ini terdapat pakaian astronot lengkap dengan manekinnya yang seukuran manusia. Kami pun lalu memutuskan untuk duduk beristirahat. Obrolan ngalur ngidul dihentikan oleh waktu yang seolah-olah berbicara pada kami “sudah sore”, sadar akan matahari yang tak lama lagi akan tenggelam di ufuk barat, saya memanggil kawan-kawan yang lain dan kami setuju untuk beranjak dari tempat yang sungguh bersejarah dan menambah wawasan serta pengetahuan itu.






Rasa kecewa sedikit muncul dalam raga karena filmnya tidak dapat diputar pada hari itu dikarenakan alatnya yang rusak, narasumber bercerita jika alat itu sudah pernah rusak selama 1,5 tahun, waktu yang cukup lama untuk fasilitas yang dimiliki oleh negara, lalu kembali bisa beroperasi selama 6 bulan kemudian kembali rusak, sungguh ironis melihat planetarium adalah sarana masyarakat untuk mengembangkan wawasannya tentang angkasa luar, terkadang tempat-tempat untuk menambah wawasan semacamnya seperti salah satu contohnya adalah museum juga kerap disepelekan dan di anggap tidak penting, tetapi saya rasa ini adalah salah, pemerintah berpikir jika tidak penting untuk memberikan anggaran lebih kepada tempat ini, padahal jika berpikir dari kacamata afian, museum dan tempat semacamnya adalah sebuah investasi dari pemerintah untuk mengembangkan wawasan rakyatnya yang akan menambah pengetahuan serta motivasi dari rakyatnya, mari kita buat contoh misalnya ada seorang anak dari keluarga yang kurang mampu yang tadinya tidak memiliki cita-cita lalu di ajak berkunjung ke planetarium lalu termotivasi untuk menjadi astronot atau peneliti angkasa, bukankah taraf hidup keluarganya kelak akan berubah? Bukan itu saja, tapi juga negara akan merasa bangga jika ada putra bangsa yang seperti itu, di negeri ini banyak hal kecil yang berdampak besar namun sayangnya di anggap remeh lalu perlahan seolah-olah dianggap tidak terlihat. Dengan perawatan yang maksimal dalam bidang ini, paradigma masyarakat pun akan berubah terhadap museum, saat ini masyarakat berpikir museum adalah tempat yang membosankan dan tak terawat, tapi saya yakin jika tempat seperti ini lebih diperhatikan akan berdampak sangat besar melalui investasi jangka panjang pada bangsa dan negara kita yang tercinta.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perkambangbiakan Seksual dan Aseksual

Pandawa

Diagram Venn